Minggu, 06 Maret 2011

isi negarakertagama


Kitab Negarakretagama ditulis oleh seorang yang bernama mpu Prapanca. Pada mulanya kitab ini bernama Desawarnana yang berarti uraian tentang desa-desa. Puja sastra Nagarakretagama terdiri dan 98 pupuh. Dilihat dari sudut isinya pembagian pupuh-pupuh itu dilakukan dengan sangat rapi. Pupuh I sampai pupuh VII menguraikan raja dan keluarganya. Pupuh VIII sampai XVI menguraikan kota dan wilayah Majapahit. Pupuh XVII sampai XXXIX menguraikan perjalanan keliling ke Lumayang. Pupuh XL sampai XLIX menguraikan silsilah raja Hayam Wuruk. Lima pupuh yang pertama yakni pupuh XL sampai XLIV tentang sejarah raja-raja Singasari, pupuh XLV sampal XLIX tentang sejarah raja-raja Majapahit dari Kertarajasa Jayawardhana sampai Hayam Wuruk. Tepat pada pupuh itu uraian Dang Acarya Ratnamsa berhenti. Itulah bagian pertama Nagarakretagama, jumlahnya 49 pupuh tepat.
Bagian kedua yang juga terdiri dari 49 pupuh. Pupuh L sampal LIV menguraikan raja berburu di hutan Nandawa. Pupuh LV sampai LIX menguraikan perjalanan pulang ke Majapahit. Pupuh LX menguraikan oleh-oleh yang dibawa pulang dari berbagai daerah yang dikunjungi. Pupuh LXI sampai pupuh LXX menguraikan perhatian raja Hayam Wuruk kepada leluhurnya berupa ziarah ke makam dan pesta srada. Bagian itu disambung dengan 2 pupuh tentang kematian patih Gajah Mada yakni pupuh LXXI dan LXXII. Mulai dengan pupuh LXXIII sampai pupuh LXXXII menguraikan bangunan-bangunan suci yang terdapat di Jawa don Bali. Dari pupuh LXXXLLI sampai XCI terdapat uraian tentang upacara berkala yang berulang kembali setiap tahun yakni musyarawarah, kirap, pesta tahunan. Pupuh XCII sampai XCVIII merupakan pupuh puyangga yang memuji keluhuran baginda. Pupuh XCII sampai XCIV tentang pujian para puyangga termasuk juga pujian puyangga Prapanca, Pupuh XCV sampai XCVIII khusus menguraikan nasib puyangga Prapanca.
Demikianlah susunan bagian kedua itu berbalikan dengan susunan bagian pertama, Mungkin sekali di belakang susunan yang demikian tersembunyi maksud tertentu. Hal itu perlu dihubungkan dengan perbalikan bacaan matra Pupuh XCVII. Mungkin sekali Prapanca mengharapkan agar sang prabhu suka menempatkan kembali sang puyangga dalam kedudukannya sebagai dharmadhyaksa kasogatan, setelah membaca puja sastra Nagarakretagama. Dalam pupuh XCIV Prapanca berkata secara tegas, bahwa ia masih tetap setia dan menaruh cinta bakti kepada baginda. Ia mengharapkan agar baginda ingat kepadanya. Demkianlah kiranya tafsir inti sari puja sostra Nagarakretagama, yang sesuai dengan maksud penggubahnya.

Singkatan isinya
1.      Dalam pupuh I Prapanca memuji keagungan raja Sri Rajasanagara, memandang baginda sebagai titisan Siwa-Budha untuk menenteramkan kerajaan. Sang puyangga mengadakan indentifikasi antara Siwa dan Budha, peristiwa sinkretisme dalam agama. Baik Budha maupun Siwa pada dasarnya mewakili angkasa yang juga disebut sunya yakni kosong.

2.      Pupuh II sampai VI mengisahkan hubungan kekerabatan baginda. Prapanca memuji kecakapan nenek perempuan baginda yang berjuluk Rajapatni, yakni puteri Gayatri, puteri bungsu Sri Kertanagara dari Singasari. Beliau bertindak sebagai penasehat utama dalam pemerintahan.

3.      Pupuh VII mulai dengan pujian muluk terhadap baginda Sri Rajasanagara. Semua orang tunduk kepada kuasa Sri Nata. Sri Rajasanagara dikiaskan sebagai titisan  berbagai dewa. Beliau mengusap duka si murba sebagai dewa Indra yang menurunkan hujan di atas bumi. Sang raja menyaga negara seperti Pretiwi, meresap ke semua tempat laksana hawa, sedangkan rupa beliau laksana bulan. Seolah-olah dewa Kama menjelma di dalam pura; para puteri dan permaisuri terlalu cantik bagaikan sibiran dahi dewi Ratih. Permaisuni Indudewi cantik jelita seindah dewi Susumna, tidak ada taranya. Puteri Kusumawardhani, lengkung lanpai, sangat jelita, berpasangan dengan Sri Wikramawardhana bagarkan dewa dan dewi; resap dipandang mata.

4.      Pupuh VIII sampai XII menguraikan seluk-beluk istana Majapahit dari keindahannya sampai para pungawa dan pegawai kerajaan. Secara terperinci sang puyangga menyajikan uraiannya tentang Istana Majapahit.

5.      Pupuh XIII - XIV menyinggung luasnya wiayah kerajaan Majapahit di Jawa dan di nusantara yakni pulau di luar jawa. Dalam pupuh tersebut tercantum nama-nama daerah dan pulau yang tunduk kepada Majapahit. Pupuh XV menyebut negara-negara asing yang mempunyai hubungan persahabatan dengan Majapahit, di antaranya Siam, Darmanagara, Singanagari, Campa dan Kamboja.

6.      Pupuh XVII - LX menguraikan perjalanan keliling rombongan Dyah Hayam Wuruk dari Majapahit ke Lumyang, pada hakikatnya merupakan inti isi Negarakretagama. Dharmadhyaksa kasogatan yang mongambil nama samaran Prapanca, ikut serta dalam rombongan tersebut. Dalam perjaranan itu a mendapat kesempatan cukup untuk mengunjungi desa-desa penting dan menyaksikan sendiri keadaan wilayah Majaphit di Jawa Timur pada tahur 1359.

7.      Pupuh LXI — LXII menguraikan perjalanan Baginda pada tahun 1361 ke desa Simping untuk memperbaiki candi makam, karena menaranya rusak. Candi tersebut adalah candi makam pembangun negara Majapahit Kertarajasa Jayawardhana.

8.      Pupuh LXIII — LXVII menguraikan selamatan srada untuk memperingati wafatnya nenek Baginda Rajapatni, yakni puteri Gayatri dari Singasari. Pesta srada diselenggarakan secara besar-besaran di Istana pada tahun 1362. Upacaranya diuraikan secara singkat dan tepat sehingga pembaca mendapatkan gambaran jelas tentang jalannya upacara srada yang dilakukan oleh Sri Hayam Wuruk pada zaman Majapahit.

9.      Pupuh LXVIII — LXIX secara singkat menguraikan sejarah Pembagian kerajaan Erlangga menyadi Yanggala dan Panyalu untuk kedua puteranya oleh Mpu Bharada dengan cara menuangkan air kendi dari udara Sampai di atas pohon asam di desa Palungan sang pendeta terhenti karena jubahnya terkait pada puncak pohon asam, dan kendinya jatuh di desa Palungan. Sang pendeta terbang lagi sambil mngutuk pohon asam supaya tetap tinggal pandak. Sejak itu tempat tersebut menurut dongengan bernama Kamal Pandak artinya asam cebol.

10.  Pupuh LXX— LXXIII menguraikan kedatangan kembali baginda dari Simping. Setiba beliau di istana, terdengar kabar Gajah Mada sakit keras, akhirnya neninggal. Kemudan diadakan rapat untuk mencari pengganti patih Gajah Mada, tetapi tak berhasil. Rapat yang dipimpin oleh Baginda sendiri, mengambil keputusan bahwa patih Gajah Mada tidak akan diganti. Baginda sendiri memimpin pemerintahan secara langsung, dibantu oleh enam menteri.

11.  Pupuh LXXIV — LXXXII menyebut nama-nama candi makam, tanah perdikan, asrama, desa kebudhaan, desa kesiwaaan dan lain-lainnya dalam kerajaan Majapahit terutama di Jawa dan Bali.

12.  Pupuh LXXXII menguraikan keagungan Beginda dan kesejahteraan pulau Jawa. Banyak tamu asing berkunjung ke Majapahit. Pada 5 dan 6 memuat kisah perjalanan tahunan (kirap) yang berlangsung dalam bulan Palguna (Februari - Maret).

13.  Pupuh LXXXIV adalah lanjutan dri pupuh LXXXIII/5, 6. Pada tanggal 14 bulan petang (surut) baginda berkirep keliling kota ditatang tandu     kuning, diiringkan para pembesar, pendeta, sarjana dalam pakaian seragam. Penghormatan kepada beliau berupa pembacaan puja-sloka, gubahan kawiraja dari berbagai kota untuk menyambut Baginda setiba beliau di manguntur.

14.  Pupuh LXXXV menceriterakan pertemuan tiap bulan Caitra (Maret - April) atau bulan pertama setiap tahun. Maksudnya ialah untuk mengadakan semacam musyawarah antara semua orang yang mempunyai tanggung jawab dalam pemerintahan.

15.  Pupuh LXXXVI - XCII. Dua hari kemudiann mulailah pesta besar di lapangan Bubat, yang dihadiri oleh Baginda. Segala macam pertunjukan dan perlombaan dihidangkan untuk memeriahkan perayaan. Pada bulan petang bulan Caitra perayaan ditutup oleh baginda dengan pembagian hadiah kepada para pemenang.

16.  Pupuh XCIII - XCIV, Prapanca menguraikan betapa banyak para pendeta yang menciptakan kakawin puja sastra untuk Baginda. Di antaranya pendeta Budha Sri Aditya menggubah Shogawali dalam sloka. Beliau berasal dari Jambudwipa (India), dari kota Kancanapuri, dari asrama Sadwihara.

17.  Pupuh XCV — XCVIII menguraikan nasib sang puyangga yang canggung hidup di dusun, kemudian bertekat bertapa di lereng gunung.