v Masa Abu Bakar ra. ( 11-13 H / 632-634 M)
Dia menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad SAW, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, bersifat sentral, kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum. Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah. Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Salah satu hal monumental pada era Abu Bakar ra adalah pengumpulan mushaf al Quran dari para sahabat-sahabat yang lain, yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit.
v Masa Umar Ibn Khatab ra. (13-23 H / 634-644 M)
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi, ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijrah. Salah satu hal yang monumental pada era sayidina Umar ra adalah mengenai sholat tarawih. Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah.
v Masa Utsman Ibn ‘Afan ra. ( 23-35 H / 644-655 M)
Di masa pemerintahan Utsman, Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristall berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini. Pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Karena umurnya yang lanjut dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H 1655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa itu. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan Usman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh karabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman sendiri. Usman berjasa membangun bendungan, jalan, jembatan, masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah. Penulisan Al Quran dilakukan kembali pada masa sayidina Utsman ra. ini terjadi pada tahun 25 H.
v Masa Ali Ibn Abi Thalib kwh. ( 35-40 H / 655-660 M)
Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan. Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta). Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Terjadi juga pertempuran dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), yang menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut) Ali, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij.
a. Dinasti Bani Umayyah
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah Ibn Abi Sufyan, dimana pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah menjadi kerajaan turun temurun, yaitu setelah al-Hasan bin 'Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Mu’awiyah Ibn Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman Ibn Affan, perang jamal dan penghianatan dari orang-orang al-khawarij dan syi'ah.
Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah Ibn Abu Sufyan mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid Ibn Muawiyah. Para khalifah di zamn ini : Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), Yazid Ibn Muawiyah, Muawiyah Ibn Yazid, Marwan Ibnul Hakam, Abdullah Ibn Zubair Ibnul Awwam (Interegnum), Abdul-Malik ibn Marwan (685- 705 M), al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M), Yazid ibn Abdul Malik Umar ibn Abdul-Aziz (717- 720 M) dan Hasyim ibn Abd al-Malik (724- 743 M), Marwan II Al-Himar.
Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.