Selasa, 29 Maret 2011

PERANAN TEKNOLOGI PESAWAT UDARA DALAM PERANG KOREA (1950-1953)


Perang Korea merupakan perang yang melibatkan dua pengaruh besar di dalamnya, yaitu antara Liberal (Amerika Serikat) dan Komunis (Uni Soviet). Dimana perang ini ialah perang saudara yang terjadi antara Korea Selatan (AS) dan Korea Utara (USSR), dalam perang ini digunakan teknologi modern dari kedua negara tersebut, terutama pada teknologi pesawat tempur masing-masing negara.

Perang Udara Korea Duel di Celah MiG
            Bulan-bulan pertama Perang Korea, pesawat pemburu peninggalan PD II bermesin propeller mendominasi perang udara di kawasan semenajung Korea. Kehadiran pesawat pemburu baru bermesin jet seakan membuka era baru strategi perang udara. Lembah Sungai Yalu atau MiG Alley (Celah MiG) menjadi saksi sekaligus arena favorit tanding tempur antar pesawat pemburu bermesin jet di era transisi itu.
F-86A Sabre F-86A Sabre Jim Jabara, pemegang ace pertama perang Korea - Aviation History
            Perang Korea memberi arti dalam perkembangan seni perang udara jarak dekat. Masa transisi dari pesawat bermesin propeller ke jet membuka cakrawala baru itu. Jet sangat berbeda dengan propeller. Kecepatan dan teknologinya tinggi. Sepintas terlihat ia lebih unggul dibanding pesawat bermesin propeller. Tapi yang terjadi beberapa di antara jet tempur itu ada yang berhasil dijatuhkan lawan yang hanya menggunakan pesawat bermesin propeller.
            Korea, 25 Juni 1950. Delapan divisi atau sekitar 80.000 pasukan darat Korea Utara (Korut) menyeberang garis pararel 38 menuju Seoul. Gerakan ini diikuti oleh serbuan enam pemburu Yakovlev Yak-9 P AU Korut (NKAF- North Korea Air Force) memporak- porandakan Bandara Kimpo, Korea Selatan (Korsel). Penangkis-penangkis serangan udara menyalak melindungi kawasan udara sekitar bandara. Sayang, sebuah pesawat angkut Douglas C-54 Skymaster tak terselamatkan dan hancur terbakar.
Fire fly atau Shturmovik
            Sebelum perang, rencana menyatukan Semenanjung Korea menjadi satu negara komunis terlihat enteng. Kekuatan udara Korea Selatan (ROKAF-Republic of Korean Air Force) hanya terdiri 16 pesawat latih tak bersenjata dan pesawat intai. Tak seberapa dibandingkan dengan AU Korea Utara (NKAF-North Korean Air Force) yang kala itu memiliki 70 Yak-9 dan La-11. Belum lagi ditambah dengan 62 Il-10 yang mampu mencapai garis depan dengan cepat. Campur tangan Soviet atas kekuatan AU Korea Utara memang cukup kuat. Tanpa berat hati Soviet merelakan pesawat-pesawat buatannya memperkuat NKAF. Amerika, seteru Soviet, tampak kehabisan energi setelah membabat Jepang di front Asia selama PD II. Akibatnya, mengawali konflik, Amerika hanya menyertakan beberapa gelintir pemburu jarak pendeknya, F-80 Shooting Star dan 'si kembar' F-82 Twin Mustang yang berpangkalan di Jepang.
            Namun dengan kekuatan terbatas itu, Amerika dan sekutunya masih mampu menjatuhkan lawan-lawannya, seperti yang terjadi tanggal 27 Juni 1950 di mana Shooting Star berhasil merontokkan Ilyushin Il-10 NKAF, tepat sehari sebelum Bandara Kimpo jatuh ke tangan pasukan merah. Peristiwanya sendiri terjadi ketika satu flight F-80 C Shooting Star yang terdiri dari empat pesawat asal Skadron Pembom-tempur 35 USAF bertugas memberi perlindungan udara upaya evakuasi warga Amerika dari Kimpo.
Mig-15 Mig-15 Korea Utara secara teknis lebih unggul dari Sabre Amerika - Figther Aces
            Pembom B-29 Superfotress versi intai yang berpangkalan di Jepang, seperti adanya peningkatan aktivitas pemburu MiG-15 Fagot di sebelah Utara Sungai Yalu. Bila tak ditangani, cepat atau lambat pesawat jet pencegat bersayap tekuk asal Rusia ini akan berhadapan dengan pencegat-pencegat PBB.
Fagot
            Jim Jabara Jabara di dalam kokpit F-86A Sabre sesaat setelah membukukan skor enam pesawat - Aviation History.Rupanya data intelejen Mc Arthur tentang keberadaan MiG-15 Fagot benar adanya. Tanggal 6 November 1950 empat F-51 D Mustang asal Skadron Pembom Fighter 8 dikejutkan oleh kehadiran enam buah Fagot. Untungnya pemburu veteran PD II yang dimodifikasi untuk serangan darat ini dapat meloloskan diri. Kejadian ini merupakan pemunculan pertama kali MiG -15 di medan pertempuran udara. Hal yang sama juga dihadapi empat Mustang dari Skadrom Pembom Fighter 36 keesokan harinya di sekitar Sungai Yalu.
            Situasi yang berbeda dialami satu flight F-80 C Skadron Buru Sergap 16 dua hari kemudian. Empat pesawat itu baru saja memporak-porandakan sarang kanon anti serangan udara di sekitar Lapangan Terbang Sinuiju bersama sejumlah B-29 dan F-51. Sejak saat itu daerah selatan sungai Yalu yang sejajar dengan Wonsan dan Pyongyang bagai menjadi tempat favorit buat adu tanding dengan MiG. Biasanya MiG-MiG ini akan muncul dari arah kompleks Antung di sebelah utara. Para pilot PBB/Amerika kemudian menjuluki daerah ini dengan nama Celah MiG (MiG Alley).
Sabre
            F-80 Shooting Star Shooting Star USAF menghajar IL-10 yang memporak-porandakan Kimpo - Wing of Fame. Walau dapat dikatakan mampu mengimbangi, namun dari segi teknis keandalan Shooting Star berada di bawah MiG. Contoh paling gamblang adalah urusan soal senjata pembabat. Shooting Star hanya dilengkapi enam buah senapan mesin kaliber 12,7 milimeter. Bandingkan dengan seterunya yang mampu menggotong dua kanon 23 milimeter plus sebuah berkaliber 37 milimeter. Belum lagi untuk urusan manuver yang lebih yahud lantaran bersayap tekuk (swept wing) dan tenaga lebih gede. Hanya berkat kemampuan pilot yang jempolan saja, seolah membuat Shooting Star mampu mengimbangi kemampuan MiG. Buru-buru Negeri Paman Sam ini mengirimkan dua jenis pemburunya ke kancah pertempuran Korea. Masing-masing adalah Republic F-84 D Thunderjet dan F-86 A Sabre. Belakangan, Thunderjet ternyata terbukti lebih cocok untuk mencari buruannya di darat. Alhasil hanya pada Sabre saja --pemburu bersayap tekuk ter-gress Amerika-- tugas memburu MiG dipasrahkan. Maka tak berlebihan bila pesawat keluaran pabrik North American ini mendapat julukan The MiG Slayers. Tepatnya pada tanggal 10 Desember 1950, dengan diantar kapal induk USS Cape Eperance (CV-88), sekitar 44 Sabre yang tergabung dalam Wing Buru Sergap ke-4 (Wing 4) tiba di Jepang. Jumlah yang dinilai kecil untuk mampu mengganjal sekitar lebih dari 500-an MiG yang merajalela di Sungai Yalu. Walau demikian untuk urusan pengalaman, boleh dibilang wing inilah biangnya. Lantaran berisi pilot-pilot yang telah banyak makan asam garam pertempuran udara selama PD II. Salah satu diantaranya adalah ace selama PD II Kolonel John C. Meyer yang bertanggung-jawab merontokkan 24 pesawat Jerman dengan Mustang-nya. Selain itu dari data intelijen dikatakan, walau unggul dari segi jumlah tapi pilot-pilot Cina dan Korea masih miskin pengalaman. Lima hari kemudian, Sabre-Sabre ini mulai digelar di Bandara Kimpo, Korea. Awalnya hanya tujuh Sabre saja yang mampu terbang ke Kimpo. Lantaran sisanya masih harus nongkrong dibengkel akibat korosi air laut selama perjalanan dari Amerika.
Jabara, ace Korea pertama
            F-80 Shooting Star Pemburu bermesin jet pertama yang dipakai Amerika dalam Perang Korea - Wing of Fame. Kisah ace Jabara bermula tanggal 3 April 1951. Hari itu Jabara bersama sebelas rekannya dari Skadron Buru Sergap ke-344 tinggal landas dari Lanud Suwon. Seperti biasa tugasnya menghalau gerombolan MiG yang coba-coba menerobos Sungai Yalu dari arah utara. Beruntung bagi Jabara, saat itu memergoki 12 MiG yang kebablasan masuk wilayah Korea. Jabara mengincar MiG nomor 10 yang coba menghindar dengan berbalik arah ke Sungai Yalu. Dalam pertempuran ini juga, Jabara masih menambah satu korban lagi yang membuat jumlah total MiG yang dibabatnya menjadi enam buah. Skor yang lebih dari cukup bagi Jabara buat menyandang gelar ace. Sekaligus menjadikannya pilot Sabre pertama yang menyabet gelar itu.