Selasa, 29 Maret 2011

Confusius

Yang menjadi pusat penulisan filsafat Tionghoa adalah etika atau kelakuan manusia terhadap lingkungan dan manusia lainnya. Menurut filsafat Tionghoa manusia dan dunia merupakan satu kesatuan kosmos. Dimana kedua-duanya tidak boleh diganggu oleh perbuatan-perbuatan manusia yang tidak selayaknya. Yang ditinjau filusuf Tionghoa adalah, bagaimana sikap manusia terhadap dunia, dan sesama manusia. Kemampuan yang diperoleh bukan hanya untuk dijadikan pengetahuan saja tapi juga untuk diterapkan pada kelakuan manusia. Orang-orang Tionghoa menitik beratkan pada etika bukannya logika.[1]
Salah satu contoh filusuf besar Cina yang terkenal adalah Confusius. Ajarannya yang terkenal pada penekankan moral dan etika manusia disebut Confusianisme. Banyak perbedaan pendapat dalam memahami ajaran Confusius ini. Ada yang menganngap ajaran Confusius ini hanya sekedar filsafat, namun ada juga yang bersikukuh menganggapnya sebagai agama. Bahkan Confusius dianggap sebagai pendirinya. 
I.                   Riwayat Confusius
Confusius lahir tahun 551 di kota kecil bernama Lu, di Timur Laut daratan Cina.[1] Ketika dalam usia muda, ayah Confusius meninggal dunia. Ini membuat hidupnya sengsara disamping ibunya. Dia dibesarkan dalam kehidupan yang sederhana oleh ibunya. Pada usia 19 tahun Confusius menikah dengan seorang perempuan dari keluarga Kian Kwam dari negeri Song, dan dikaruniai seorang anak laki-laki.[2] Putera satu-satunya ini tidak secemerlang dirinya. Namun, cucunya yang bernama Khiep atau Cu Su menjadi penerus Confusius. Cu Su menulis kitab Tiong Yong atau Chung Yung yang merupakan kitab kaum Konfusianis.
Dalam perjalanan hidupnya,Confusius menjadi seorang guru dan dari profesinya tersebut sedikit-demi sedikit dia mencari penganut dan pengikut anutan filosofinya.[3] Dalam perkembangannya kepercayaan Confusianisme berkembang presat. Perkembangan ini terjadi karena ajaran yang diajarkan Confusius mudah diterima dan sesuai dengan kebudayaan masyarakat pada masa itu. Menurut Confusius kekacauan sosial adalah akibat dari ditinggalkannya adat istiadat dan tata kemasyarakatan kuno. Satu-satunya jalan untuk memperbaikinya adalah dengan kembali ke tata kemasyarakatan lama di mana setiap orang mengerti dan mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban sendiri.[4]
Dia merupakan moralis terbesar pertama di Cina. Confusius mengajarkan perilaku yang mengatur hubungan antara:[5]
a.       Penguasa dan rakyat
b.      Orang tua dan anak
c.       Suami dan istri
d.      Kakak dan adik
e.       Sesama teman

II.                Ajaran Konfusius

Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius) dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan beliau hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelumnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di".

Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antara manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya diajar supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini
III.             Kesimpulan
Confusius adalah filusuf Cina yang ajarannya mengenai moralitas. Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antara manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik Menurut Confusius kekacauan sosial adalah akibat dari ditinggalkannya adat istiadat dan tata kemasyarakatan kuno.
Ajaran Confusius ini bukanlah agama, namun hanya sebuah filsafat. Alasannya pada ajarannya tersebut Confusius tidak menjelaskan tujuan akhir manusia adalah akhirat. Dia hanya membahas tentang akhlak manusia. Pada perkembangannya, ajaran ini dikembangkan oleh muridnya Mensius ke seluruh Tiongkok dengan beberapa perubahan sehingga mengakibatkan Konfusianisme menjadi agama baru.



[1] Michael H. Hart, Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh dalam sejarah, Pustaka Jaya.
[2] Ibid.
[3] Opcit, Michael H. Hart, Hal. 54.
[4] Opcit. Burhanuddin Salam. Hal. 218.
[5] Ririn Darini, SS. Sejarah Asia Timur Lama (Cina).Jurusan Pendidikan Sejarah FIS UNY 2000.




[1] Drs. Burhanuddin Salam, 2003. Pengantar Filsafat, Jakarta: Bumi Aksara.