Minggu, 06 Maret 2011

pemberontakan Sepoy

PENYEBAB TERJADINYA PEMBERONTAKAN SERDADU-SERDADU INDIA
Pada tahun 1856 Lord Canning menggantikan Lord Dalhousie sebagai Gubernur Jendral di India. Keadaan India pada masa itu sangat buruk, kekacauan terjadi di mana-mana. Kekuasaan raja-raja India dan pegawai-pegawai mereka sudah tak berarti lagi. Ribuan orang dalam negara-negara yang diperintah raja (Indian States) kehilangan pekerjaan. Perubahan-perubahan yang dilakukan oleh orang-orang Inggris terlalu dipaksakan dan tergesa-gesa sehingga sulit untuk diterima oleh kaum pribumi. Pada waktu itu adat-istiadat dan agama bangsa India tidak diindahkan bahkan ada usaha untuk menghapusnya. Rakyat India gelisah, sebab mereka merasa bahwa Inggris seakan-akan hendak mengganti kebudayaan Hindu dan Islam dengan kebudayaan Barat.
            Keadaan yang sangat buruk juga dialami oleh para Sepoy yang digunakan oleh inggris untuk memperkuat militernya di India. Mereka sangat menderita dibalik kemegahan pemerintah Inggris. Kesenjangan di antara para tentara Inggris dengan para tentara India nampak begitu besar, dengan beban tugas yang berbeda pula. Meskipun pada masa Lord Bentinck sudah diusahakan adanya hukum militer yang baru di mana ada persamaan di antara para prajurit Inggris dengan prajurit India, namun hal itu tak sepenuhnya dijalankan dan bahkan lebih kejam dari sebelumnya. Para Sepoy terlalu banyak dikirim untuk melakukan ekspansi ke berbagai wilayah tanpa bekal yang memadai dan tak ada jaminan hidup yang jelas, meskipun mereka dibayar cukup mahal.[1]
            Dalam bidang budaya, adanya larangan pernikahan kanak-kanak (usia dini), dan larangan sati/sutee (pembakaran janda). Pada intinya, rakyat India tidak senang terhadap perubahan-peribahan sosial yang dilakukan pemerintah Inggris. Sebab lain yaitu adanya pembaharuan dan pembangunan jalan kereta api dan jaringan telegraf, telah menggunakan tanah tanah rakyat tanpa diberi ganti rugi. Selain sebab-sebab di atas, muncul desas-desus adanya kristenisasi, dan aneksasi kerajaan-kerajaan pribumi.
            Kebencian kepada inggris memuncak pada tahun 1857, para serdadu yang mengalami nasib serupa dengan rakyat India yang lain mulai bersatu. Salah satu sebab mengapa pada tahun itu terjadi kekacauan adalah adanya kebijakan baru dari pemimpin tentara Inggris kepada para Sepoy. Senjata yang dipakai oleh para sepoy diganti dengan yang baru, dimana popor senapan yang tadinya dicelupkan dalam air untuk membersihkan bekas semacam oli/minyak yang menempel, diganti dengan popor yang cukup dijilat dengan lidah. Serdadu Hindu keberatan, sebab mereka menduga minyak itu terbuat dari daging sapi yang haram dimakan menurut mereka. Sedangkan serdadu muslimin menduga bahwa minyak itu terbuat dari daging babi. Para Sepoy dari pihak Hindu kemudian mengajukan protes setelah mengetahui bahwa minyak itu terbuat dari daging sapi.[2]
            Amarah orang-orang Hindu setelah mendengar berita itu semakin menjadi-jadi. Meskipun Pemimpin Serdadu Inggris telah mengeluarkan perintah untuk tidak lagi menjilat popor senjata baru itu, namun hal itu tak dapat mencegah amarah orang-orang Hindu. Selanjutnya para Sepoy melakukan perlawanan di tangsi-tangsi dimana mereka tinggal. Mereka mulai melawan perintah opsirnya dan dihukum cukup berat. Sebelumnya mereka telah melakukan penyelundupan senjata-senjata untuk dibagikan kepada rakyat. Mereka juga melakukan aksi pembakaran dan pengrusakan hingga menimbulkan kekacauan.[3] 
PROSES TERJADINYA PEMBERONTAKAN SEPOY
 
Pada tanggal 10 mei 1857 meletuslah pemberontakan yang dilakukan oleh para Sepoy. Kejadian diawali dio Meerut, dimana para Sepoy yang dipenjarakan oleh opsir mereka mulai memberontak. Mereka membunuh para serdadu Inggris dan opsir-opsi penjara, kemudian mereka melepaskan serdadu-serdadu India yang lain dan kabur menuju Delhi. Mereka kemudian bergabung dengan para pemberontak yang lain dan melakukan pembunuhan terhadap orang Inggris dari anak-anak hingga orang tua yang ditemui. Selain itu, diasa mereka menyatakan bahwa kaisar Bahadur Shah III (kesultanan Mughal) dijadikan sebagai pemimpin mereka. Delhi berhasil diduduki oleh para Sepoy selama 5 bulan.[1]
            Perlawanan diikuti pula oleh para Sepoy di pusat-pusat militer lain (Kanpur; Cownport; Lucnow, dll). Selanjutnya perlawanan meluas dan mendapat bantuan banyak unsur yang tidak puas terhadap pemerintahan Inggris di India (bangsawan yang diusir dan dirampas hartanya, prajurit-prajurit kerajaan yang kemudian menganggur, rakyat pada umumnya). Perlawanan meluas ke seluruh India bagian utara kecuali beberapa yang loyal kepada Inggris, yakni orang-orang Sikh (ciri khasnya memakai sorban dan namanya menggunankan “Sing”). [2]
            Di lucknow, gubernur provinsi Oudh mati dibunuh. Tiga bulan lamanya serdadu dan orang-orang Inggris terkepung di benteng kota itu hingga akhirnya mereka menyerah. Baru empat bulan kemudian kota itu dapat direbut kembali oleh orang-orang Inggris. Keadaan di Cownpore juga tak kalah menyedihkan. Benteng kota itu dipertahankan oleh seorang jendral yang sudah tua dan tak punya kemampuan lagi. Ia hanya mempunyai 400 serdadu Inggris sedangkan di benteng itu terdapat banyak wanita dan anak-anak. Benteng itu pada akhirnya berhasil dikuasai oleh kaum Sepoy, sementara itu mereka mengangkat Nana Sahib sebagai raja.
            Para tawanan yang kebanyakan terdiri dari wanita dan anak-anak itu kemudian dijanjikan untuk dikembalikan ke pihak Inggris, namun entah mengapa kemudian mereka ditembak mati dalam perjalanan menggunakan kapal. Peristiwa ini sangat menggemparkan kerajaan Inggris dan peristiwa tersebut masih misterius dan menjadi kontroversi karena ketidakjelasan mengenai siapa yang menembak para tawanan itu.
            Pemberontakan masih terus berjalan hingga tahun 1859, namun gerakannya sudah mulai terpecah di daerah Rajputana, Rohikhand dan Bihar. Sementara itu di provinsi Bombay dan madras tidak terjadi pemberontakan, begitu pula di Punjab. Keadaan ini membuat Inggris berkesempatan untuk menyusun kekuatan, selain itu Inggris juga mendapatkan bantuan kekuatan dari raja Nepal dan Hydrabad. Akhirnya Inggris berhasil memadamkan pemberontakan itu. Sultan bahadur Shah yang diangkat oleh para Sepoy kemudian ditangkap dan dibuang ke Rangoon.
DAMPAK PEMBERONTAKAN SEPOY DI INDIA
 
Peristiwa pemberontakan Sepoy atau disebut oleh orang Inggris sebagai “The Indian Mutiny” ini sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan di India pada pertengahan abad ke XIX. Keadaan ini membuat Inggris terpaksa mengadakan pembaharuan total dalam segala bidang termasuk dalam bidang militer. Namnu secara umum ada beberapa akibat dari pemberontakan Sepoy yang dirasakan oleh pihak Inggris maupun India.
            Pemerintahan pendudukan di India yang dipegang oleh EIC ternyata tidak sesuai dengan model pemerintahan pada umumnya dan hukum internasional. Kongsi itu tidak dapat bertanggung jawab atas keadaan sebuah negeri yang begitu luas seperti India. Akhirnya EIC dibubarkan pada tahun 1858 sebagai akibat dari ketidakmampuan EIC dalam menjalankan pemerintahan dan sebagai akibat dari pemberontakan Sepoy. Inggris tidak dapat lagi untuk menyangkal tuduhan dunia terhadap segala yang terjadi di India selama pemberontakan itu.[1]
            Pada 1858, Ratu Victoria mengumumkan pengambilalihan kekuasaan EIC dan berjanji tidak akan mengadakan aneksasi terhadap wilayah kerajaan-kerajaan di India. Tindakan yang pertama dilakukan adalah perubahan dalam susunan tentara India. Dipandang dari sudut kepentingan Inggris tindakan itu sudah tepat, sebab dalam pemberontakan yang telah terjadi lebih dari 120.000 tentara India turut mengangkat senjata melawan pemerintah Inggris. Kedua, memperbaiki dan mengatur pendidikan. Pada masa pemberontakan itu juga sekolah-sekolah tinggi mulai dibuka di Calcutta, bombay dan Madras. Ketiga, pemerintah berjanji tidak akan mengganggu atau menghapuskan kerajaan-kerajaan lokal lagi, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Jendral Dalhouse. Namun janji-janji itu tidak semuanya ditepati.
Semenjak itu berlangsunglah pemerintahan Inggris India hingga tahun 1947 yang wilayahnya meliputi 3/5 dari seluruh India (Asia selatan). 2/5 sisanya merupakan wilayah 562 Princely States, wilayah sempit. Lambat laun pemerintah Inggris di India menuntut hak lebih besar terhadap Princely States, politik dalam negeri Princely states, memecat dan menggantikan penguasa lokal. Tuntutan Inggris sebagai Overlord ini terlihat jelas dengan munculnya The Act of Parliement tahun 1876 yang menyatakan Ratu Victoria sebagai Empor of Indies dan menjadi yang dipertuan oleh raja-raja lokal (Princely States) serta British India. Pada awal abad ke-20 Lord Curzon (Vice. Roy/wakil raja/ratu 1898-1905) melarang penguasa-penguasa lokal mengadakan perjalanan keluar daerahnya tanpa ijin gubernur loyal (Vice Roy). Ternyata penguasa-penguasa lokal ini tetap loyal kepada pemerintah kerajaan Inggris/British Indies demi mempertahankan tahta mereka. Ini terbukti pada waktu muncul gerakan nasional  pada abad ke-19 (1885) dukungan dan bantuan bukan saja dari penguasa-penguasa lokal, tetapi dari golongan intelektual (kelas menengah yang telah mendapatkan pendidikan Inggris).[2]


                [1] Ibid. Hlm. 87
                [2] TSG. Mulia. Op.cit. Hlm. 95


                [1] Ibid. Hlm. 93
                [2] ODP.Sihombing. Op.cit. Hlm. 86


                [1] Ibid. Hlm. 92
                [2] ODP.Sihombing. 1953. India: Sejarah dan Kebudayaannya. Bandung: N.V. Penerbitan  W. van Hoeve. Hlm. 85
                [3] TSG. Mulia. Op.cit. Hlm. 92-93