Pertentangan antar faham dan hegemoni nenek moyang merupakan salah satu warna dari kehidupan kenegaraaan di Asia Tenggara dan di Vietnam pada khususnya. Ketika faham komunis bertentangan dengan rivalnya, agaknya memang menjadi sebuah persoalan yang tajam dan sangat berpengaruh bagi stabilitas setiap wilayah yang bersangkutan. Kegigihan fihak komunis untuk selalu melebarkan sayapnya juga berpengaruh terhadap kondisi politik di negara itu. Perluasan tersebut salah satunya ditujukan ke Kamboja, dan ternyata mendapatkan perlawanan.
Selain permasalahan mengenai konflik antar paham, pertentangan antara Vietnam dan Kamboja juga diperuncing dengan berbagai masalah lainnya seperti masalah hegemoni, batas wilayah, bahkan hal itu juga disebabkan oleh adanya perebutan kepentingan antara blok Barat dan blok Timur dalam kancah perang dingin.Konflik yang terjadi antara Vietnam dan Kamboja sebenarnya terjadi jauh sebelum tahun 1976 di mana kedua negara tersebut mempermasalahkan perbatasan yang belum jelas dan dipengaruhi oleh unsur politis dan pertentangan antar etnis antar keduanya. Masalah perbatasan ini kemudian berkembang ke arah yang lebih radikal hingga terjadi berbagai konflik yang berkepanjangan dan semakin tajam. Kondisi ini diperkeruh dengan adanya intervensi dari pihak asing yang berkepentingan di sana.
Koflik yang menjadi sorotan dunia luar itu juga disebabkan oleh adanya kekecewaan dari pihak Vietnam akibat berpalingnya Kamboja setelah Khmer Merah berhasil menggulingkan rezim Lon Nol dalam rangka menghancurkan pihak non-komunis di kamboja. Vietnam merasa bahwa usaha penggulingan Lon Nol adalah berkat bantuan darinya. Pada masa ini Kamboja di bawah kekauasaan Pol Pot yang secara terang-terangan menolak untuk bekerja sama sengan Vietnam. Sikap anti Vietnam yang dipegang oleh Kamboja ini telah menjadikan Vietnam mengambil langkah tegas karena bagaimanapun juga Vietnam bersikeras untuk mengusai Kamboja yang merupakan salah satu tujuan Vietnam untuk menguasai Indocina.
Setelah Pol Pot berkuasa di Kamboja, kemunduran terjadi di negara tersebut. Gelombang protes dilakukan oleh rakyat kamboja akibat adanya kekecewaan dan memprotes adanya berbagai penindasan yang ia lakukan. Kemudian muncul tokoh Lon Nol yang didukung rakyat dan tentunya mendapat dukungan dari Vietnam untuk menggulingkan rezim Pol Pot. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah Kamboja semakin terjepit oleh berbagai tekanan baik dari rakyat maupun dari Vietnam. Keadaan tersebut menjadikan sebuah peluang besar bagi Vietnam untuk menginvasi Kamboja dan menguasainya. Maka, terjadilah kontak fisik antar kedua negara tersebut meskipun sebelumnya pihak Vietnam mengajukan perundingan perdamaian, namun Pol Pot menolaknya. Penolakan Pol Pot tersebut menjadikan konflik antara Vietnam dan Kamboja semakin runcing.
Vietnam dengan kekuatan yang besar melakukan ekspansi ke Kamboja dan berhasil menguasainya. Selain itu, adanya berbagai perlawanan dari dalam Kamboja yang dipimpin oleh Heng Shamrin telah mempersempit ruang gerak Pol Pot dan pada bulan Januari 1979 rezim Pol Pot Jatuh. Keadaan ini mengundang protes dari luar terutama negara-negara ASEAN yang menilai bahwa upaya penjatuhan rezim Pol Pot merupakan sebuah pelanggaran terhadap kedaulatan dan integritas Kamboja.
Dalam menghadapi persoalan ini, diadakan sebuah konfrensi Internasional yang ditengahi oleh PBB pada tanggal 13-17 Juli1981 di New York, dalam pertemuan itu ASEAN mengajukan berbagai rancangan untuk menyelesaikan permasalahan Kamboja tersebut. Rancangan itu terdiri dari bebrapa pasal diantaranya:
- Memerintahkan untuk menarik mundur pasukan Vietnam di Kamboja
- Dijaminnya kemerdekaan, kedaulatan, dan Integritas nasional serta status non Blok Kamboja oleh negara-negara lain yang bersangkutan
- Diselenggarakan pemilihan umum yang bebas di kamboja denghan pengawasan langsung dari PBB
- Dilakukan pelucutan senjata dari kedua belah pihak yang bersengketa
- Dibentuk badan yangn akan meneruskan dan mengawasi hasil-hasil konfrensi tersebut.
Pertemuan itu akhirnya menghasilkan sebuah deklarasi yang terdiri dari 15 pasal bagi penyelesaian konflik Vietnam-Kamboja dan permasalahan dalam negeri Kamboja. Hasil konfrensi tersebut ditolak oleh RRC yang tidak menyetujui adanya pelucutan senjata antar kedua negara, karena bagi pihak RRC yang harus dilucuti adalah kelompok Heng Shamrin. Selaian itu, RRC juga tidak menyetujui adanya peran PBB yang akan mengatur dan mengawasi upaya penarikan pasukan Vietnam dari Kamboja serta upaya pemilihan umum di Kamboja. Penolakan RRC ini dinilai sebagai salah satu upaya RRC dalam melangsungkan kepentingannya di Indocina.
Selain RRC, Vietnam juga menolak hasil konferensi tersebut. Vietnam mengklaim bahwa hal itu adalah upaya dri pihak Amerika dan Cina untuk mennanamkan kepentingannya di Indocina khususnya di Vietnam dan Kamboja. Konferensi tersebut juga dinilai sebagai upaya dalam memutarbalikkan realitas yang terjadi di Kamboja.
Meskipun telah dilakukan sebuah konfrensi internasional, tetapi permasalahan yang terjadi di Vietnam dan Kamboja amasih tetap berlangsung. Agaknya penyelesaian konflik antar kedua negara tersebut lebih dimanipulasi dan diharapkan diselesaikan dengan jalan konfrontasi fisik dari pada berdamai. Namun upaya untuk menyelesaikan konflik itu tidak berhenti begitu saja. Pada tahun 1982 ASEAN membentuk Koalisi Longgar untuk menyatukan kelompok-kelompok perlawanan di Kamboja seperti Khmer Merah, KPNLF, dan Moulika agar mampu menghadapi tentara pendudukan Vietnam. Untuk kepentingan itu, ASEAN menyelenggarakna Jakarta Informal I dan II, sehingga pada tahun 1989 Vietnam keluar dari Kamboja.
Berkembangnya masalah Kamboja dewasa ini tidak semata-mata berkuasanya Heng Shamrin dan bercokolnya kekuatan Vietnam, tetapi sudah ditambah dengan pengaruh campur tangan dari negara-negara besar, maka sulit untuk menguasainya. Dibentuknya “Koalisi Longgar” anti Vietnam bukan berarti menyelesaikan masalah Kamboja, namun justru menambah keruh suasana, sehingga masalah konflik Vietnam-Kamboja akan terus berkepanjangan.
Sardiman. 1983. Kemenangan Komunis Vietnam dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Politik di Asia Tenggara. Yogyakarta: Liberty.