1. Filipina dibawah Pemerintahan Marcos
Terpilihnya Marcos dalam tahun 1965 pada umumnya disambut dengan lega, baik di kalangan Filipina maupun pengamat-pengamat asing. Terpilihnya Marcos sebagai presiden Filipina menjanjikan suatu awal yang baru. Marcos seorang anak pengacara dan tokoh politik yang berasal dari daerah Ilocos di Luzon bagian utara, untuk pertama kalinya menarik perhatian masyarakat pada tahun 1939, yaitu ketika ia berhasil meraih nilai izin praktek sebagai pengacara dan sekaligus berhail memenangkan perkaranya pada tingkat naik banding sehubungan dengan tuduhan bahwa ia membunuh saingan ayahnya dalam salah satu pemilihan pada masa lampau. Reputasi Marcos semakin disemarakkan oleh keperkasaannya ketika menjadi pemimpin gerilya dalam PD II, dan basis politiknya tercipta melalui peranannya dalam mengorganisasikan suatu pemerintahan pasca-perang di Luzon bagian utara dan keberhasilannya memperjuangkan pembayaran uang (back pay) dan tunjangan-tunjangan lainnya oleh Amerika Serikat untuk para veteran Filipina. Ia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk pertama kali pada tahun 1949, lalu terpilih kembali maing-maing pada tahun 1953 dan 1957. Pada tahun 1959 ia mencalonkan diri untuk menjadi anggota Senat dan berhasil tampil pada posisi paling atas.
For Every Tear a Victory, biografi Marcos yang diterbitkan tahun 1964, memaparkan jasa-jasanya : pemberian dukungan kepada kegiatan perdagangan dan industry, pembangunan dan reform pertanian, melindungi dan memperluas hak-hak warga, dedikasinya kepada kaum veteran militer serta keluarga mereka, begitu pula upaya demi peningkatan standar etika profesional dalam politik dan pamong praja.
Marcos mengawali masa pemerintahannya dengan pidato-pidato dalam mana ia mendefinisikan sifat krisis yang waktu itu dihadapi Filipina, serta menggariskan suatu program yang dimaksudkan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit yang menghinggapi negara itu. Marcos menyatakan perlunya membantu tetangga sesama negara Asia dalam perjuangan melawan komunisme, yaitu mempererat hubungan dengan Amerika Serikat, dan dengan begitu meningkatkan bantuan, perdagangan, dan penanaman modal. Dibidang kebijakan luar negeri, memulihkan hubungan dengan Malaysia menghidupkan kembali asosiasi Asia Tenggara yang lama, yang menjadi landasan organisasi ASEAN. Bank Pembangunan Asia yang baru dibentuk berkedudukan di Manila, sementara hubungan dengan Jepang dikembangkan.
Untuk meningkatkan pendapatan negara, ia memusatkan perhatian pada upaya membendung penyelundupan dan memperbaiki cara-cara pemungutan pajak. Pendapatan Negara meningkat dengan segera setelah mengangkat seorang pejabat yang jujur dan tegas sebagai kepala bea cukai. Pelaksanaan Undang-undang Land reform 1963 dilakukannya di Propinsi Pampanga, dimana kelihatan adanya gejala kebangkitan kembali gerakan Hukbalahap yang berhaluan komunis. Anggaran yang disediakan untuk membiayai proses pembagian tanah selama empat tahun diimbangi dengan anggaran belanja militer untuk tahun 1967 yang besarnya dua kali lipat dari anggaran belanja pertahanan tahun 1962. Tetapi sejumlah prakarsa lainnya tidak ada kelanjutannya. Kepala bea cukai yang tegas dan jujur, menjelang akhir tahun 1966 disingkirkan. Upaya-upaya untuk mengadakan perundingan malah memperburuk situasi hubungan antara Malaysia dengan Filipina, dan menyebabkan keutuhan ASEAN terancam. Akhirnya pada tahun 1968 Marcos mengangkat negarawan kawakan Carlos Romulo menjadi menteri luar negeri yang baru. Tetapi situasi ekonomi tetap rawan.
Kekerasan menunjukkan gejala peningkatan, diantaranya dikatakan merupakan aksi-aksi Hukbalahap. Menjelang tahun 1969 kelihatan jelas bahwa kekerasan juga bertalian dengan kampanye pemilihan, dalam mana Senator Sergio Osmena Jr. dari Visayas memimpin Partai Liberal dalam persaingan menghadapi Marcos dan Partai Nacionalista. Aksi-aksi demonstrasi dan pemogokan meningkat, dan organisasi-organisasi bermunculan di luar struktur dwipartai yang formal.
Marcos berhasil memperoleh suara golongan nasionalis yang tersinggung oleh gaya pidato Osmena yang pro-Amerika dan antikomunis. Namun kegembiraan karena kemenangan itu tidak berumur panjang. Pidato pelantikan Marcos pada tanggal 30 Desember dan pidato kengaraannya pada tanggal 26 Januari tidak mengandung janji-janji reform tanpa biaya yang merupakan kekhasan tahap pascapemilihan dalam siklus kehidupan politik Filipina.
Yang lebih menarik untuk dicatat adalah kenyataan bahwa ketika Presiden Marcos beserta Ibu Negara meninggalkan gedung Kongres setelah menyampaikan pidato kenegaraan, mereka dilempari batu, botol, dan plakat. Insiden itu disusul oleh bentrokan yang berlangsung selama tiga jam antara polisi dan mahasiswa. Lima hari kemudian, pada tanggal 30 Januari terjadi dua aksi protes yang dilanjutkan dengan serangan terhadap Istana Malancanang.
Aksi-aksi kekerasan merajalela selama berlangsungnya kampanye pemilihan babak mid-term (pertengahan masa pemerintahan), karena para penguasa politik di daerah-daerah melancarkan tindakan-tindakan mempengaruhi lewat kekuatan senjata, uang, dan para tukang pukul untuk meraih kemenangan. Tetapi justru karena itu para calon Nacionalista yang didukung Marcos mengalami kekalahan berat. Sementara itu Wakil Presiden Lopez sudah memisahkan dri dari Marcos dan mengalihkan afiliasi politiknya ke Partai Liberal. Sementara itu Partai Komunis Filipina yang baru dan pro-Peking menjalin kekuatan dengan suatu kelompok Hukbalahap membentuk Tentara Rakyat Baru (NPA) yang aktif di wilayah-wilayah Luzon bagian tengah dimana masalah pemilikan tanah dan penyalahgunaan kekuasaan sangat rawan, sampai dengan tahun 1972, NPA sudah menyebar kearah utara dan selatan.
Reaksi Marcos terhadap segala perkembangan ini berubah-ubah. Ia mengurung diri selama beberapa minggu di Istana Malacanang sebagai reaksi yang pertama-tama terhadap aksi-aksi protes mahasiswa yang terjadi pada bulan Desemeber 1969 dan Januari 1970. Ketika akhirnya muncul kembali, ia mengadakan beberapa kompromi, diantaranya menyetujui pengadaan Sidang Konstituante yang tidak memihak, namun kesepakatan ini kemudian dirongrong olehnya dengan cara menyalurkan dana kepada orang-orang Nacionalista dengan tujuan jelas, yaitu untuk mendukung calon-calon yang disukai. Marcos makin lama makon cenderung mengadakan pembedaan tegas antara pendukung dan musuh-musuhnya. Langkah-langkah Marcos menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi.
Akhirnya, pada tanggal 15 September Senator Aquino menuduh dalam majelis Senat bahwa sumber-sumber dalam Angkatan Bersenjata telah membeberkan kepadanya tentang adanya rencana Oplan Sagitarius, yang akan memberlakukan Undang-undang Darurat Perang di Filipina. Marcos menyangkal adanya rencana seperti itu dan mengatakan kepada Dewan Keamanan Nasional bahwa tidak ada urgensi bagi Undang-undang Darurat Perang, sementara Senat dijaminkannnya bahwa ia akan berkonsultasi dulu dengan badan tersebut sebelum mengambil langkah-langkah drastic seperti itu. Malam tanggal 22 September 1972 terjadi serangan terhadap kendaraan Menteri Pertahanan Enrile. Tanggal 23 September diumumkan berlakunya Undang-undang Darurat Perang.
Maksud-maksud dan kegiatan mereka ditambah kerusuhan yang sama gawatnya di Mindano dan Sulu sebagai akibat pertikaian yang belum berhasil diselesaikan antara anair-anasir tertentu dikalangan penduduk beragama Kristen dan Islam di Mindano dan Sulu. Gerakan Kemerdekaan Mindano menyebabkan Marcos merasa perlu untuk memberlakukan Undang-undang Darudat Perang di selurh Negara.
2. Tindakan Marcos Selama Menjadi Presiden Filipina
Marcos adalah presiden yang terpilih. Langkah pertama adalah membasmi anarki dan memelihara keamanan dan ketertiban, yang berarti melumpuhkan setiap perorangan atau kelompok yang mau dan memiliki kemampuan untuk mengambil tindakan otomom. Tahap pertama adalah periode 1973-1975, saat Masyarakat Baru-nya Marcos Nampak digambarkan dengan prakarsa-prakarsa yang disusun para teknokrat untuk menciptakan basis politik di daerah pedesaan dan untuk menciptakan surplus di bidang pertanian. Tahap kedua dari tahun 1976-1980, prakarsa-prakarsa yang diambil bergeser tujuannya dari kawasan pedesaan ke pembentukan struktur-struktur perwakilan nasional serta proyek-proyek ekonomi yang modern dan padat modal. Periode ketiga, 1981-1983, langkah-langkah menuju normalisasi politik yan lebih lanjut, yakni pengakhiran secara formal pemberlakuan Undang-undang Darurat Perang dan pengukuhan Republik Baru.
Diberlakukannya Undang-undang Darurat Perang yang mencakup pula pembatasan-pmbatasan terhadap kebebasan mengelurakan pendapat, kebebasan pers, dan kebebasan berkumpul, serta penyelesaian perombakan konstitusi oleh Sidang Konstituante menjelang akhir tahun 1972 dengan jelas menunjukkan bahwa akan dilakukan perubahan terhadap srtuktur-strukur dan prosedur-prosedur yang berhubungan dengan demokrasi Filipina selama itu. Prakarsa-prakarsa yang diambil dalam tiga tahun berikutnya mendefinisikan suatu landasan baru bagi demokrasi, yakni barangay, serta saluran-saluram komunikasi yang baru antara rakyat dan pemerintah.
Pada tahun 1975, organisasi-organisasi komunitas sudah dihubungkan pada dewan-dewan tingkat propinsi dam regional melalui pemilihan-pemilihan tidak langsung dan penunjukkan, dan dilengkapi oleh struktur-struktur paralel yang ditujukan khusus pada kaum pemuda. Sejumlah referendum member wewenang pada Marcos untuk menagguhkan pelaksanaan ketetapan-ketetapan transisional yang terdapat dalam konstitusi yang baru, dan dengan begitu menangguhkan pembentukan suatu badan nasional dengan basisi politik yang lain, serta member wewenang padanya untuk mengangkat pejabat-pejabat guna menempati posisi-posisi pada tingkat lokal dan propinsi yang sebelumnya merupakan kedudukan yang peraihnya melalui pemilihan.
Sasaran program land reform adalah yang ditanami padi dan jagung dan dimaksudkan agar para petani penggarap tanah-tanah milik itu memperoleh lahan pertanian ukuran keluarga (tiga hektar jika lahan diari, atau lima hektar lahan tadah hujan). Kampanye penggalakan produksi bahan pangan terutama dilaksanakan melalui program yang disebut Masagana 99. Akhirnya, pada tahun 1975 nampak tanda-tanda terjadinya pergesaran dalam perimbangan kekuatan didalam rezim yang berkuasa.
Antara 1976 dan 1980, Marcos membentuk puncak struktur, yaitu dewan legislative nasional yang memberikan tanda lampau hijau padana mengenai amandemen-amandemen terhadap konstitusi yang diusulkan olehnya, mengatur agar amandemen itu disetujui dalam suatu referendum, dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota-anggota bagi majelis sementara jenis baru yang disebutkan dalam amandemen-amandemen tersebut.
Bulan Agustus 1978, Marcos mengumumkan isi sebuah dekrit mengenai suksesi. Isinya menetapkan bahwa ketua Majelis sementara menjadi presiden apabila Marcos meninggal dunia atau tidak mampu lagi menjalankan tugas, dan kedudukan perdana menteri yang lebih banyak memiliki kekuasaan akan diisi olh wakil perdana menteri. Dari tahun 1976-1980, indikator-indikator perekonomian bahkan lebih kompleks dan membingungkan. Dalam tahun 1976, resesi Nampak berkurang, laju pertumbuhan agak meningkat, angka pengagguran menurun dan cadangan devisa bertambah. Tetapi indeks harga konsumen meningkat dengan takaran yang bahkan lbih tinggi daripada laju pertumbuhan, pengangugran menanjak di beberapa sector yang kritis dan pengangguran terselubung tetap tinggi, semetara utang luar negeri meningkat dengan hamper 29% selama sembilan bulan pertama tahun itu. Kecenderungan serupa berlanjut pada tahun 1977.
Tanggal 17 Januari 1981, Presiden marcos mengumumkan pembatalan Undang-undang Darurat Perang yang saat itu sudah berlaku selama delapan tahun. Peradilan dan penahanan orang-orang sipil yang melakukan pelanggaran oleh pihak militer juga dihapuskan setahap demi setahap, sejumlah tahanan dibebaskan, kekuasaan legislatif dialihkan secara formal kepada Majelis Nasional Sementara. Namun demikian, Marcos tetap mempertahankan hak untuk mengeluarkan dekrit, dan semua dekrit yang telah dikeluarkan di bawah Undang-undang Darurat tetap berlaku. Bulan Mei 1982 dilangsungkan pemilihn untuk menentukan pejabat-pejabat barangay. Pejabat-pejabat itu diharapkan akan memainkan peranan penting dalam pemilihan anggota-anggota Majelis Nasional yang akan dilangsungkan tahun 1984, pemilihan walikota dan gubernur tahun 1985, dan pemilihan presiden tahun 1987.
Tetapi apabila antara tahun 1981 dan 1983 prakarsa-prakarsa politik kelihatan sepenuhnya berada ditangan Marcos, ia jauh kurang nerhasil mengendalikan factor-faktor konomi yan baik dalam jangka pendek maupun panjang sangat mempengaruhi baisi maupun stabilitas poliyik rezim yang berkuasa. Akibat dari keadaan itu adalah bertambah mantapnya kedudukan kaum teknokrat, seperti yang terbukti dari pengangkatan Cesar Virata menjadi perdana menteri, serta banyaknya jumlah mereka dalam kabinet yang baru. Kalangan teknokrat memenangkan sejumlah perang kecil pada tahap awal, lalu melancarkan serangan besar-besaran pada bulan April 1983. Akibatnya, pengajuan permintaan pengunduran diri oleh Virata tidak dikabulkan oleh Marcos. Dalam keadaan seperti inilah Aquino memutuskan untuk kembali, dengan harapan masih mempunyai waktu yang mencukupi sebelum pemilihan tahun 1984 untuk mendesak Marcos agar memberi peluang bagi terjadinya peralihan kesuatu pemerintahan yang menyertakan oposisi.
Krisis politik meletus setelah terjadi aksi pembunuhan terhadap Benigno Aquino, pada 21 Agustus 1983. Kejadian itu menyebabkan timbulnya aksi-aksi kalangan umum menuntut Marcos mengundurkan diri. Kepercayaan dunia bisnis terhadap merosot, mengakibatkan larinya modal secara besar-besaran, dan menyebabkan pemerintah Filipina tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran kembali utang-utang luar negeri. Kejadian tersebut membangkitkan kegiatan organisator dikalangan oposisi berhaluan demokratik dan meluasnya aksi-aksi politik maupun bersenjata dikalangan oposisi revolusioner.
Setelah Aquino tewas terbunuh, bermunculan organisasi-organisasi politik yang baru. Misalnya, United Nationalist Democratic Organization (UNIDO) diwakili dalam Dewan Perwakilan hasil pemilihan tahun 1984. Juga dibentuk organisasi-organisasi yang dipimpin oleh tokoh-tokoh perorangan dalam wujud pengusaha, professional, pemimpin buruh, pemimpin lingkungan. Mereka yang berhaluan kiri menyatakan dri sebagai kelompok yang berorientasi pada kepentingan bersama. Mereka secara aktif mengorganisasikan demonstrasi-demonstrasi massa dan melahirkan parlemen jalan. Yang termasuk golongan ini adalah August Twenty-One Movement (ATOM) suatu kelompok kaum pengusaha, Alliance of Multi Sectoral Organization (AMA) yang merupakan persekutuan organisasi dari berbagai sector, dan juga GABRIELLA, suatu perhimpunan organisasi wanita.
Menurut Fr. Jose Dizon, kelompok tersebut terdiri dari tiga golongan, yaitu reformis konservatif, demokrat liberal, dan progresif militan. Wadah utama golongan reformis konservatif adalah UNIDO, PDP-Laban. Pemimpin mereka adalah Corazon Aquino dan Salvador Laurel, memenangkan pemilihan umum pada Februari 1986. Kelompok demokrat liberal diwakili dalam CORD yang merupakan kelanjutan gerakan JAJA (Justice for Aquino, Justice for All) dan yang memboikot pmilihan umum, pada tahun 1984 dan 1986. Kelompok progresif militant, dipelopori Partai Komunis Filipina dan mencakup Tentara Rakyat Baru (NPA) yang bergerilya serta front politiknya, Front Demokrasi Nasional. Sebuah partai baru, BAYAN juga menjadi alat pihak komunis. Front Demokrasi Nasional dan BAYAN memboikot pemilihan umum tahun 1984 dan 1986, sementara NPA mengacau di bebrapa tempat dengan kekerasan.
Pada akhir tahun 60-an dan awal tahun 70-an, Manila sering dilanda demonstrasi mahasiwa radikal yang antipemerintah. Aksis-aksi kekerasan dalam demonstrasi mahasiwa tersebut oleh Marcos dijadikan salah satu alasan diberlakukannya Undang-undang Darurat yang menyebabkan aksi-aksi demonstrasi mahasiswa lenyap selama beberapa waktu. Kegiatan politik mahasiswa mulai bangkit lagi pada pertengahan tahun 1970-an dengan munculnya kembali Kabataan Makabayan. Tujuan dari pembentukan organisasi ini untuk menentang Marcos.
Selama pemerintahan Marcos terjadi perubahan-perubahan dalam Angkatan Bersenjata Filipina. Hal ini dapat dilihat pada satuan-satuan keamanan. Meningkatnya jumlah personil dari daerah asal Presiden bukan berdasar kemampuan atau kesenioran, melainkan pilih kasih, kesetiaan, dan hubungan kekeluargaan. Tetapi malah terjadi korupsi, penyalahgunaan kekuasaan.
Antara tahun 1981 dan 1982 dikalangan perwira muda muncul suatu gerakan yang menamakan diri Reform the Armed Forces Movement (RAM), yang berharap akan dapat memulihkan profesionalisme di dalam tubuh Angkatan Bersenjata dan membangkitkan kembali respek masyarakat umum padanya. RAM kemudian memainkan peranan yang berarti dalam proses keruntuhan rezim Marcos.
Selama beberapa tahun periode awal berlakunya Undang-undang Darurat, Marcos berkuasa mutlak. Pada tahun 1978, diadakan pemilihan umum untuk suatu majelis perwakilan, Interim National Assembly. Pada tahun 1981 Marcos mencoba sekali lagi mendapat mandat untuk dirinya sendiri dengan mengadakan pemilihan presiden, yang pertama kali sejak tahun 1969. Dalam pemilu ini Marcos terpilih kembali.
Pemilihan Majelis tahun 1984 memberikan peluang untuk menyatakan keinginan adanya perubahan politik. Sejak tahun 1978 kontrol pemerintah terhadap saluran-saluran komunikasi masa sudah sangat diperlonggar. Sejumlah surat kabar berhaluan oposisi sudah beredar bebas dikalangan masyarakat, dan penjualannya menyebabkan sirkulasi pers yang pro pemerintah menjadi sangat menyusut. Radio Veritas, stasiun radio yang dikelola Gereja Katolik menyajikan informasi nonpemerintah dan sebagian besar berbau pro oposisi. Satu hal yang ikut menyebabkan pemilihan tahun 1984 berlangsung secara lebih bersih daripada yang sudah-sudah adalah tampilnya Gerakan Nasional untuk Pemilihan Bebas (NAMFREL).
Kemerosotan perekonomian yang berlarut-larut, semakin meluasnya pemberontakan komunis, serta bertambah besarnya tekanan yang dilakukan Amerika Serikat yang menginginkan adanya langkah-langkah pembauran menyebabkan Marcos mengambil keputusan untuk mengadakan pemilihan Presiden pada 7 Februari 1986. Kelompok oposisi yang berhaluan demokratik mengajukan calon-calon untuk jabatan presiden dan wakil presiden, yaitu Corazon Aquino dari PDP-Laban dan ketua UNIDO, Salvador Laurel.
Militer yang begitu diutamakan oleh Marcos, ternyata tidak dapat dijadikan andalan. Terjadi keretakan dalam tubuh Angkatan Bersenjata Filipina, antara para pendukung rezim dan para pembela Negara, dan perkembangan inilah yang kemudian menyebabkan jatuhnya Marcos. Tindakan Marcos yang dilancarkan setelah dilaksanakan pemilihan, yaitu menangkapi para anggota gerakan pembaru termasuk Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Jenderal Fidel Ramos yang merupakan tokoh-tokoh pelindung mereka. Pasukan-pasukan yang setia pada Marcos, dalam menghadapi alternatif antara menindas rintangan yang terdiri dari people power dan membangkang perintah pimpinan, memilih tidak berbuat apa-apa. Dalam waktu empat hari, pertahanan militer yang melindungi Marcos ambruk, sedang Marcos sendiri sudah menuju Guam.