- Awal Mula Pendudukan Inggris di India
Seperti halnya Belanda, Inggris pada awalnya hanya sekedar berdagang di negeri timur. Pada tahun 1600 mereka mendirikan sebuah kongsi dagang yang bernama EIC (East Indian Company). Pada tahun 1612 kongsi itu mendapat izin untuk berdagang di Surat (Gujarat). Inilah yang merupakan titik awal penguasaan Inggris di India. Kemudian mereka memindahkan pusat perdagangan mereka ke Benggala, akan tetapi perniagaan itu tidak mengalami perkembangan yang berarti hingga tahun 1690. pada tahun ini Kongsi itu mendirikan sebuah benteng yang menjadi pusat kota Calcutta sekarang dan dari sinilah mereka mulai mencampuri urusan dalam negeri India. Pada tahun 1700 orang-orang Inggris sudah mempunyai kedudukan yang tetap pada empat tempat di Benggala.
Mereka kemudian berusaha untuk memonopoli perdagangan dan berusaha untuk menancapakan hegemoni mereka kepada pemerintahan pribumi. Berbagai usaha dilakukan untuk mendapatkan kemudahan bagi tujuan mereka. Pada akhirnya mereka mendapatkan hak untuk mengatur pemerintahan di India. Sejak itulah Kongsi dagang Inggris itu melakukan pendudukan kekuasaan dan menjajah bangsa India hingga tahun 1857, di mana pada tahun itu EIC dibubarkan dan segala kekuasaannya ditarik dan diambil alih oleh kerajaan Inggris. Selama 150 tahun pertama kompeni Inggris masih menitikberatkan pada keuntungan perdagangan (sutera, indigo, lada, kayu manis, rempah-rempah, dll).
Pada pertengahan abad ke-17 orang-orang Perancis juga mendapatkan ijin dari para penguasa pribumi India untuk membuga kantor dagang, misalnya di Surat (1664), Pondicherry (1673) dan Chandranagar (1688). Mereka juga mempunyai kongsi perdagangan di India yang didirikan pada tahun 1604.
- Konflik antara Inggris dan Perancis di India
Sebab-sebab yang membawa persaingan antara Prancis dan Inggris di India, yakni adanya rivalitas/ persaingan dalam usaha membangun kekuasaan koloni di India, meski di wilayah itu secara umum tidak banyak dikuasai. Bagi para pelayar kedua negara yang melintasi laut yang sama, dan mencari “makan” di pelabuhan yang sama; dan mendarat di wilyah yang sama pula adalah tidak mungkin membagi India menjadi dua kekuasaan kolonial terpisah satu sama lain dalam sebuah wilayah netral. Salah satu diantaranya ‘mengalah’ dari kebijakan akuisisi teritorial itu, atau dua negara tersebut siap untuk bertempur, dan bergelimpangan darah untuk waktu yang lama, yang hanya dapat diakhiri oleh kejayaan dan kekalahan disatu sisi dari Inggris atau Prancis.
Pada permulaan tahun 1698 Inggis telah mengambil kebijakan yang memberikan kemudahan bagi “kelangsungan” kekuasaan-nya di India, dan tujuan itu harus dicapai. Dengan kebijakan ini perusahaan Inggris yang di bawahi piagam/perjanjian Ratu Anne tahun 1702 untuk mengirim pasukan dalam menjaga pertahanan ‘pendudukan’ itu. Dengan sejumlah perlengkapan perang demi tujuan pertahanan Perusahaan secara aktif terlibat melalui kebijakannya mengontrol wilayah dan menjadikannya suatu konsentrasi Inggris yang independen. Jika pada suatu saat terjadi maslah atau pada saat masalah muncul, praktis dapat ditangani.
kebijkan yang dikeluarkan orang-orang Prancis berbeda dengan apa yang dilakukan orang-orang Inggris. Dupleix membuat usaha yang lebih jantan untuk membangun dan mendirikan sebuah kekuasaan koloni di India. Ia dipilih menjadi Gubernur jendral di wilayah kekuasaan Pranci itu pada 1741; dan segera setelah menerima jabatan itu berniat untuk mengusir orang-orang Inggris dari india, kemudian mempertahankan supremasi Prancis dengan mengambil beberapa kemudahan lewat dukungan di antara penguasa-penguasa lokal (India).
Bagimanapun dalam mengimbangi kekuatan diantara Prancis Inggris dan para penguasa lokal, tentu saja amat membutuhkan sebuah pasukan; dan sebagai atasan tertinggi yang menguasai secara total tidak cukup untuk mencapai tujuan yang diharapkannya, Dupleix, mulai melatih orang-orang India, yang telah dipaksa menjadi Sepoy (tentara), dilatih dengan sistem Eropa dan dipimpin oleh orang Eropa guna mengefisienkan pasukan Eropa. Kebijakan Perancis mengakuisisi India, bagaimanapun masih sebatas ucapan dan provokatif dari pada sebagai lawan dan persaingan.
Pada saat terjadi perang antara Inggris dan Perancis di India, pada awalnya Perancis merebut Madras (1745), dikembalikan 3 tahun kemudian lewat perjanjian damai di Aken, setelah perang di Eropa selesai. Akan tetapi meskipun sudah berdamai, perang di India berjalan terus hingga pada tahun 1763 Inggris di bawah pimpinan Clive berhasil mematahkan perlawanan Perancis, peperangan itu dimenangkan oleh Inggris dan diakhiri dengan perjanjian Paris. Hal itu menandakan kekuasaan Inggris di India semakin nyata.
- Usaha Pemantapan Kekuasaan Inggris di India hingga Awal Abad XIX
Setelah perang Inggris-Perancis di India usai, Inggris semakin mudah untuk menancapkan pengaruhnya di India. Pemerintahan yang dipegang oleh Robert Clive kemudian mempunyai kedudukan kuat, dan digunakan olehnya untuk memperluas pengaruh Inggris di Benggala. Menurutnya negeri itulah yang harus diduduki terlebih dahulu, sebelum menuju ke hulu sungai Gangga. Akhirnya terjadi usaha untuk merebut Benggala. Namun Nawab (Raja) Seraju-d’daula yang ketika itu menguasai Benggala melakukan perlawanan yang sangat keras hingga membuat pasukan Inggris kewalahan menghadapi serangan pasukan Nawab. Akhirnya Inggris melakukan cara licik dengan melakukan perjanjian rahasia dengan salah seorang menteri yang menaruh dendam kepada nawab untuk memperlemah kekuatan Benggala dengan cara memberi keterangan palsu kepada Nawab tentang kekuatan serdadu Inggris yang akan menyerang. Pada tahun 1757 Benggala berhasil dikuasai Inggris berkat kerjasama itu.
Dalam perkembangannya, Kekuasaan Inggris atas India mengalami kemajuan dan kemunduran. Sejak tahun 1757 hingga pertengahan abad ke-XIX terjadi beberapa peperangan besar antara Inggris dengan kerajaan-kerajaan di India yang berlangsung dari tahun 1775 hingga tahun 1886. Selain itu terjadi perlawanan pribumi terhadap Inggris. Perlawanan itu dilatar belakangi oleh: Dalam bidang budaya, adanya larangan pernikahan kanak-kanak (usia dini), dan larangan sati/sutee (pembakaran janda). Pada intinya, rakyat India tidak senang terhadap perubahan-peribahan sosial yang dilakukan pemerintah Inggris. Sebab lain yaitu adanya pembangunan jalan kereta api dan jaringan telegraf, telah menggunakan tanah tanah rakyat tanpa diberi ganti rugi. Selain sebab-sebab di atas, muncul desas-desus adanya kristenisasi dan aneksasi kerajaan-kerajaan pribumi.
Pada hari Minggu bulan Mei 1857 perlawanan mulai terjadi di tangsi Meerut. Pada hari itu tentara-tentara (sepoy) membunuh setiap orang Eropa (laki-laki dan perempuan, kanak-kanak), hai itu merupakan tantangan terhadap bangsa Inggris untuk menumpas kaum pejuang. Kaum pejuang itu kemudian menuju Delhi, menyatakan bahwa kaisar Bahadur Shah III (kesultanan Mughal) dijadikan sebagai pemimpin mereka.
Perlawanan diikuti pula oleh tentara (sepoy) di pusat-pusat militer lain (Kanpur; Cownport; Lucnow, dll). Selanjutnya perlawanan meluas dan mendapat bantuan banyak unsur yang tidak puas terhadap pemerintahan Inggris di India (bangsawan yang diusir dan dirampas hartanya, prajurit-prajurit kerajaan yang kemudian menganggur, rakyat pada umumnya). Perlawanan meluas ke seluruh India bagian utara kecuali beberapa yang loyal kepada Inggris, yakni orang-orang Sikh (ciri khasnya memakai sorban dan namanya menggunankan “Sing”). Di India selatan tidak terjadi perlawanan. Perlawananan pada akhirnya dapat dipadamkan setelah tentara Inggris mendapat bantuan dari luar India. Setelah perlawanan dapat dipadamkan pemerintah Inggris mengambil keputusan untuk mengambil alih semua wilayah kekuasaan EIC.
Perlawanan diikuti pula oleh tentara (sepoy) di pusat-pusat militer lain (Kanpur; Cownport; Lucnow, dll). Selanjutnya perlawanan meluas dan mendapat bantuan banyak unsur yang tidak puas terhadap pemerintahan Inggris di India (bangsawan yang diusir dan dirampas hartanya, prajurit-prajurit kerajaan yang kemudian menganggur, rakyat pada umumnya). Perlawanan meluas ke seluruh India bagian utara kecuali beberapa yang loyal kepada Inggris, yakni orang-orang Sikh (ciri khasnya memakai sorban dan namanya menggunankan “Sing”). Di India selatan tidak terjadi perlawanan. Perlawananan pada akhirnya dapat dipadamkan setelah tentara Inggris mendapat bantuan dari luar India. Setelah perlawanan dapat dipadamkan pemerintah Inggris mengambil keputusan untuk mengambil alih semua wilayah kekuasaan EIC.
Pada 1858, Ratu Victoria mengumumkan pengambilalihan kekuasaan EIC dan berjanji tidak akan mengadakan aneksasi terhadap wilayah kerajaan-kerajaan. Berlangsunglah pemerintahan Inggris India hingga tahun 1947 yang wilayahnya meliputi 3/5 dari seluruh India (Asia selatan). 2/5 sisanya merupakan wilayah 562 Princely States, wilayah sempit. Lambat laun pemerintah Inggris di India menuntut hak lebih besar terhadap Princely States, politik dalam negeri Princely states, memecat dan menggantikan penguasa lokal. Tuntutan Inggris sebagai Overlord ini terlihat jelas dengan munculnya The Act of Parliement tahun 1876 yang menyatakan Ratu Victoria sebagai Empor of Indies dan menjadi yang dipertuan oleh raja-raja lokal (Princely States) serta British India. Pada awal abad ke-20 Lord Curzon (Vice. Roy/wakil raja/ratu 1898-1905) melarang penguasa-penguasa lokal mengadakan perjalanan keluar daerahnya tanpa ijin gubernur loyal (Vice Roy). Ternyata penguasa-penguasa lokal ini tetap loyal kepada pemerintah kerajaan Inggris/British Indies demi mempertahankan tahta mereka. Ini terbukti pada waktu muncul gerakan nasional pada abad ke-19 (1885) dukungan dan bantuan bukan saja dari penguasa-penguasa lokal, tetapi dari golongan intelektual (kelas menengah yang telah mendapatkan pendidikan Inggris).