Senin, 28 Maret 2011

VOC

1.    Berdirinya VOC dan latar belakang VOC:
Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, Perancis dan Belanda, untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur. Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi wewenang memiliki tentara yang harus mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah Belanda -yang waktu itu masih berbentuk Republik- untuk membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap suatu negara. Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.
2.    Tujuan VOC di Indonesia:
VOC adalah badan yang bersifat partikelir, di mana para pedagang Belanda bergabung di dalamnya. Tujuan VOC di Indonesia antara lain:
1) Menguasai pelabuhan-pelabuhan penting.
2) Menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
3) Melaksanakan monopoli perdagangan rempah-rempah.
3.    Awal karier VOC:
Eksistensi VOC sebagai perusahaan dagang Belanda tidak hanya berkembang di Amsterdam saja, akan tetapi juga berkembang di berbagai kota lainnya. Para pedagang besar Belanda sebagai pemegang sahamnya. Dalam waktu hanya lima tahun VOC memiliki 15 armada yang terdiri dari 65 kapal yang memulai pelayarannya dari pelabuhan-pelabuhan Rotterdam, Amsterdam, Middelburg, Vlissingen, Veere, Delft, Hoorn dan Enkhuizen. VOC merupakan perusahaan multinasional yang pertama di dunia yang tersebar di banyak negara,
4.    Hak-hak Istimewa VOC:
Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 meliputi:
  • Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri;
  • Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:
  1. memelihara angkatan perang,
  2. memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
  3. merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
  4. memerintah daerah-daerah tersebut,
  5. menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan
  6. memungut pajak.

5.    Salah satu bukti keberhasilan VOC:
Sebagai bukti keberhasilan VOC pada tahun 1605, VOC berhasil menguasai benteng ketahanan Portugis di Ambon, kemudian namanya diganti menjadi Benteng Victoria. Dengan adanya peristiwa tersebut, kekuasan Portugis di Maluku terdesak dan hanya mampu bertahan di Timor-Timur.
6.    Alasan mengapa korupsi merajalela:
Merajalelanya korupsi berawal dari kepatuhan yang sangat oleh rakyat saat itu. Awalnya kepatuhan itu muncul dengan sendirinya, kemudian muncul ordonansi Gubernur Jendral Henricus Zwaardecroon yang mengatur cara penghormatan sebagai bentuk kepatuhan kepada penguasa. Tentu saja segala bentuk penghormatan itu tidak akan sempurna tanpa disertai pemberian upeti. Aliran upeti inilah yang kemudian menjelma menjadi awal epidemi korupsi.
Saat VOC berkuasa kesempatan melakukan korupsi sangat besar. Dimana semua itu karena kekuasaan mutlak dari VOC terhadap Nusantara. Hal ini merangsang orang-orang untuk menjadi karyawan VOC dengan rela menyogok. Gayungpun bersambut, lahirlah kebusukan di internal VOC dengan munculnya tarif sogok di sekitar tahun 1719 – 1723 untuk menjadi karyawan VOC.
Salah satu bentuk lain dari korupsi di tubuh VOC adalah penyunatan uang kas dan anggaran. Kemudian muncul cara lain seperti pemerasan kepada rakyat. Dan semakin meluasnya wilayah kekuasaan VOC semakin banyak pula bentuk-bentuk korupsi lainnya seperti pemotongan keuntungan yang seharusnya hak VOC, pemaksaan penyerahan hasil bumi diatas target, pemaksaan penyerahan upeti, dan menerima hadiah dari para penjilat. Tidak heran jika menjadi pejabat di VOC adalah kesempatan memperkaya diri.
7.    Upaya mengatasi korupsi:
Sebenarnya ada tindakan pemerintah Belanda atas kasus korupsi tersebut. Selain membatasi jumlah upeti khusus untuk karyawan yang pulang ke Belanda, Van Imhoff, Gubernur Jendral yang kapalnya dibaptis sebagai De Hersteller ( Sang Pemulih ) menyerahkan perdagangan candu ke koperasi karyawan. Namun hal itu tidak sukses dan hampir mengakibatkan VOC bangkrut. Kejadian ini memaksa De Heeren XVII memberlakukan kebijakan yaitu penyerahan sejumlah pemasukan kepada VOC setiap tahun ( het ambtsgeld ). De Heeren XVII sendiri adalah dewan dereksi yang mengontrol VOC. Secara etimologi berarti Tuan-tuan tujuh belas. Direksi inilah yang menetapkan kebijakan VOC. Namun hal itu tetap saja tidak bisa menghentikan tindakan korupsi. Keadaan pun semakin parah saja. Korupsi itu muncul karena kesempatan yang didukung oleh busuknya moral. Sifat konsumtif juga menjadi salah satu faktor.
8.    Faktor-faktor yang melatarbelakangi pembubaran VOC:
Memasuki akhir abad ke-18 kejayaan VOC mulai merosot. Hal ini disebabkan oleh faktor internal dalam tubuh VOC itu sendiri maupun faktor eksternal di luar VOC yang menggerogoti keberadaan VOC. Adapun faktor internal yang menyebabkan kemerosotan VOC adalah:
1) Banyaknya pegawai VOC yang melakukan korupsi.
2) Sulitnya melakukan pengawasan terhadap daerah penguasaan VOC yang sangat luas.
Faktor eksternal yang menyebabkan kemerosotan VOCadalah:
1) Meletusnya revolusi Prancis menyebabkan Belanda jatuh ketangan Prancis di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte.
2) Reaksi penentangan oleh rakyat Indonesia terhadap VOC dalam bentuk peperangan yang banyak menyedot pembiayaan dan tenaga.
9.    Proses beralihnya pemerintahan VOC ke Hindia Belanda:
Willem V sebagai penguasa VOC merasa sudah tidak dapat lagi mempertahankan VOC sebagai wadah dalam kongsi dagang Belanda. Maka berdasarkan pasal 249 UUD republic Bataaf (Belanda) 17 Maret 1799, dibentuklah suatu badan untuk mengambil-alih seluruh tanggung jawab atas milik dan hutang VOC. Badan tersebut bernama Dewan Penyantun Hak Milik Belanda di Asia. Hal itu diresmikan di Batavia pada 8 Agustus 1799. Pada 31 Desember 1799 VOC resmi bangkrut dan seluruh miliknya berada di bawah kekuasaan negeri Belanda.
10.    Usaha rakyat Banten dalam melawan VOC:
Tahun 1619 VOC berusaha hendak merebut bandar pelabuhan Merak, yang membuat orang Banten sangat marah dan menaruh dendam terhadap VOC. Apalagi VOC telah dengan sewenang-wenang merebut Jayakarta yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Banten dan berusaha memblokade pelabuhan dengan Kerajaan Banten. Tahun 1633, VOC bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang Banten yang berlayar dan berdagang di Kepulauan Maluku, maka pecah lagi peperangan antara Banten dan VOC. Keangkuhan orang Belanda ini memicu kemarahan dan sikap anti terhadap sifat kolonialis. VOC bukan saja ingin menguasai perdagangan tetapi juga menerapkan pajak yang tinggi terhadap rakyat Banten. Hubungan antara Kerajaan Banten dan VOC lebih gawat lagi ketika kerajaan itu diperintah oleh Sultan Ageng Tirtayasa (1650-1682). Hal ini dibuktikan dengan peperangan-peperangan yang dilakukannya melawan VOC atau Kompeni Belanda, baik di darat maupun di laut. Di daerah-daerah perbatasan antara Batavia dan Kerajaan Banten seperti di daerah Angke, 'Pesing dan Tangerang sering terjadi pertempuran-pertempuran yang membawa korban kedua belah pihak.